Lalu Eyang Sutanto membalik badan dan memanggilku;
"Aku tahu kamu ada di sana. Cepat
keluar dan bergabung bersama kami!"
Lantas, karena tidak punya pilihan, aku
memutuskan untuk datang menghadap Eyang Sutanto . Kalakian - dengan penuh rasa
takut - aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.
"Jadi... isu itu... ternyata
benar?"
"Nak... kamu masih muda. Kamu
tidak akan paham dengan penjelasanku." jawab Eyang Sutanto .
"Tapi itu tidak benar,
Eyang!"
"Tidak benar? Tahu apa kamu?"
balasnya sembari melotot tajam, "Yang tidak benar itu... aku kehilangan
keluargaku! Menderita dan kesepian! Padahal... aku selalu menyembah-Nya!
Tapi... inikah balasan dari-Nya? Apakah itu benar?"
"Tapi Eyang masih punya
orang-orang yang peduli!"
"Omong kosong! Mereka hanya peduli
dengan uangku... tapi tidak dengan penderitaanku!" balasnya penuh amarah,
"Orang yang peduli denganku... hanyalah putriku! Tapi maut telah
merenggutnya! Sekarang akan kubuktikan... bahwa aku dapat mencundanginya!"
Lantas aku hanya bisa terdiam mendengar
jawaban itu. Kini aku telah menyaksikan; betapa besar cinta Eyang Sutanto terhadap putrinya, sehingga dia berusaha
mengingkari hukum alam, demi bertemu kembali dengan putrinya.
"Lalu... mereka?" tanyaku
sembari menunjuk orang-orang yang ada di dalam ceruk.
"Mereka? Mereka adalah mayat yang
kuambil dari permakaman umum... untuk kujadikan sebagai kelinci percobaan dari
ritualku." ujarnya dengan dingin, "Tetapi... setelah ini semua
berakhir... aku akan menjadikan mereka sebagai budakku."
Aku yang mendengar jawaban itu hanya
bisa menatap dengan penuh kesangsian dan perasaan ngeri.
"Tenang anak muda, mereka tidak
akan menyakitimu... kecuali mereka mencium darahmu... atau aku yang
memerintahkannya." ujar Eyang Sutanto .
Aku yang mendengar itu, hanya bisa
berteriak emosional;
"Kamu sudah gila!"
Tetapi Eyang Sutanto hanya tertawa lepas seperti setan, lalu
menatapku dengan penuh teror.
"Ritual ini hampir sempurna! Aku
harus segera menyelesaikannya!"
Kemudian Eyang Sutanto langsung menghunus sebuah keris dan
memandikannya dengan kembang tujuh rupa yang telah dicampur oleh minyak dupa.
"Apakah kamu tahu... mengapa kamu
masih berada di rumah ini?" tanya Eyang Sutanto .
Aku hanya menggelengkan kepala dengan gelisah.
"Tadi aku menghubungi Bagas untuk
menjemputmu. Tetapi dia bilang sedang sibuk kerja, sehingga dia baru bisa
menjemputmu di hari esok." ujarnya, "Tiba-tiba aku teringat... bahwa
untuk menyempurnakan ritual pembangkitan putriku... aku harus menyiapkan darah
pria muda untuk dipersembahkan kepada putriku yang baru hidup kembali!"
Seketika dadaku mulai sesak; seakan aku
dapat menerka arah pesan yang akan dia sampaikan.
"Jika kamu masih di rumah ini, aku
tidak perlu repot mencari darah pria muda! Jadi aku bilang ke Bagas untuk
membatalkan penjemputanmu! Lalu, kuputus kabel telepon agar tidak ada yang
mengganggu!" tambahnya.
"Jadi... itu... perbuatan
Eyang?" tanyaku bergetar.
Eyang Sutanto hanya menganggukkan kepala, sembari tersenyum
dursila. Kemudian dia berkata;
"Seingatku, aku sudah menuangkan
obat tidur ke dalam kopimu, agar aku bisa menjadikanmu tumbal saat kamu masih
tertidur. Tapi sayangnya, kamu sudah bangun!"
Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan
menatap ngeri. Lantas, Eyang Sutanto memerintahkan orang-orang yang di dalam ceruk
untuk menangkapku. Alhasil, aku langsung bergegas lari menuju lorong pintu
keluar.
Namun nahas, mereka berhasil menghadang
dan menangkapku di mulut lorong. Kemudian orang-orang terkutuk itu mulai menarik
badanku; menyeretku dengan kasar ke hadapan Eyang Sutanto , yang sudah menanti
dengan sebuah keris di tangannya. Aku hanya bisa meronta dan berusaha melawan
semampuku, dengan melempar serangan asal ke sekelilingku. Namun mereka sangat
kuat dan tidak manusiawi! Mereka seperti monster!
Awalnya aku sudah putus asa, bahwa aku
tidak akan bisa lepas dari genggaman mereka. Tetapi, ternyata aku salah!
Tendanganku berhasil menyepak salah satu dari mereka - yang tidak begitu kuat -
sehingga terlempar ke arah Eyang Sutanto dan membuat keris yang digenggamnya menusuk
lengan kirinya sendiri. Lantas semua orang yang di tempat itu langsung mematung
dan menatap Eyang Sutanto . Di saat itulah penjagaan mereka melemah, sehingga
aku berhasil melepaskan diri dan menjauh dari mereka.
Arkian, mereka mulai mendekati Eyang Sutanto
, karena terangsang oleh bau darah yang mengalir keluar dari lengannya.
Sedangkan Eyang Sutanto hanya bisa
melangkah mundur; melempar perintah gemetar ke mereka; hingga berteriak penuh
kengerian. Ironisnya, mereka tidak mematuhi perintahnya dan terus mengejar.
Hingga akhirnya, langkah Eyang Sutanto terhenti saat mendapati mayat hidup putrinya
telah menghadangnya.
"Putriku... jangan lakukan itu!
Jangan!" tangis Eyang Sutanto penuh
keputusasaan.
Putrinya hanya menatap dingin; lalu dia
melompat ke tubuh Eyang Sutanto ; lantas menggigit leher dan merobeknya.
Walhasil, darah mulai berkucuran dengan deras dari leher Eyang Sutanto .
Arkian, putrinya mulai memangsa tubuh Eyang Sutanto , sedangkan yang lainnya
mulai mengikuti hal serupa. Mereka mencabik-cabik tubuh Eyang Sutanto dengan penuh kekejian; meraung seperti iblis
mengerikan; lalu memakan pecahan tubuhnya di depan mataku. Eyang Sutanto hanya bisa menjerit sekarat dengan suara yang
membaur dengan raungan mereka, sehingga menciptakan sebuah alunan musik neraka
yang menggema di seluruh katakomba. Alhasil, tanpa menunggu waktu lama, aku
langsung bergegas lari keluar dari tempat itu; keluar dari rumah Eyang Sutanto dan menerobos hujan badai.
Arkian, aku melihat murka halilintar di
langit; dibantu dengan tiupan angin puting beliung yang ganas; menghantam rumah
Eyang Sutanto secara berulang kali di
depan mataku; sekaligus membuat hangus dan menumbangkan beberapa pohon di
sekitar rumah. Jiwaku sungguh terguncang hebat saat melihat dinding-dinding
rumah yang runtuh, sekaligus mengubur semua orang di dalamnya. Eyang Sutanto telah dikalahkan oleh maut, dan sekarang dia
kembali bersatu dengan keluarganya. Aku yang menyaksikan peristiwa dahsyat tersebut,
hanya bisa berdoa agar Tuhan mau mengampuni dosa pria tua yang malang itu.
Tamat
Post a Comment
Post a Comment