Menjadi pahlawan bukan hanya menjadi milik mereka yang berjuang di
medan perang, pemikiran, ataupun pemerintahan. Tapi menjadi pahlawan bisa
dilakukan oleh siapa saja. Baik menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri maupun
menjadi pahlawan bagi orang lain. Sudahkan diri menjadi pahlawan yang baik untuk
diri sendiri?
Makna Pahlawan
Mendengar kata pahlawan mungkin sudah tidak asing lagi bagi semua
orang. Orang yang rela berkorban, berani melawan penindasan, mati-matian
membela kebenaran adalah definisi umum tentang pahlawan. Arti Pahlawan menurut
KBBI yaitu orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam
membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Sebuah kata yang sederhana tanpa
melihat arti bahkan kita sudah sepakat akan makna kata pahlawan tersebut.
Menjadi pahlawan bukan hanya menjadi milik mereka yang berjuang di
medan perang, pemikiran, ataupun pemerintahan. Tapi menjadi pahlawan bisa
dilakukan oleh siapa saja. Baik menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri maupun
menjadi pahlawan bagi orang lain.
Menjadi pahlawan untuk orang lain dan sekitar adalah ungkapan yang
sangat relevan di situasi masa transisi setelah melewati masa asratc seperti
saat ini. Bagaimana kita berusaha kembali berkegiatan normal seperti biasa. Menolong sebanyak-banyaknya orang untuk
mendapatkan kesempatan atau kehidupan yang lebih untuk mereka.
Kita tentu tidak lupa dengan kalimat : “Sebaik-baiknya manusia
adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain”. Sebuah kalimat indah dari
hadis HR. Ahmad. Kalimat yang menjadi landasan pemikiran saat akan melakukan
kebaikan kepada orang lain. Kepuasan yang tak ternilai pasti akan kita rasakan
ketika kita benar memberikan hasil lebih baik yang bermanfaat untuk kehidupan
orang lain. Bahkan hanya apresiasi secara verbal seperti mendapat sebuah
kalimat sederhana : terima kasih. Sebuah tanya besar, pernahkah kita menjadi
pahlawan bagi diri kita sendiri?
Pada saat melakukan banyak manfaat kepada orang lain, pernahkah
kita memikirkan jeda untuk memberikan apresiasi pada diri kita sendiri atas apa
yang sudah kita lakukan? Ini bukan egois yang seolah melarang untuk berhenti menolong
orang lain, melainkan mengisi gelas kosong yang ada di dalam jiwa kita agar
kembali terisi akan semangat penuh. Bukankah kita perlu selalu memastikan diri
selalu iklhas saat menolong dan membantu orang lain.
Self Time
Menyayangi diri sendiri tidak perlu menghabiskan ratusan juta
untuk pergi berlibur hingga menghabiskan uang yang kita miliki. Menyaksikan film
atau serial drama, atau membaca buku
sudah cukup membuat tertawa dan rileks maka lakukanlah. Kadang hal sederhana seperti
tidur seharian tanpa terbebani melakukan aktivitas harian itupun bisa
dilakukan. Pelampiasan yang asrat sederhana itu akan sangat berarti bagi diri
kita, jika memang itu yang kita sukai dan nikmati, serta bukan mengikuti tren.
Satu langkah itu saja sudah ‘menyelamatkan’ diri kita dari jurang penyakit
psikologis lainnya yang mungkin bisa kita dapatkan tanpa kita sadari.
Lantas bagaimana dengan sikap kita yang ingin membantu orang lain?
Bukankah menekan asrat ‘membantu’ orang lain dengan mengikuti diri kita untuk istirahat
malah akan berdampak pada ketidakpekaan kita terhadap lingkungan sekitar?
Percayalah, apa yang kita rasakan bukanlah sesuatu yang bisa dikesampingkan
begitu saja, melainkan sesuatu yang sangat penting. Apalagi membangun sebuah
kebiasaan, tentulah tidak akan menghilang begitu saja sikap tersebut. Perlu
dibawahi, ini semua hanya perlu sejenak, agar melihat segala hal menjadi lebih
baik tanpa membebani diri sendiri.
Banyak masalah secara psikologis muncul ketika merepresi perasaan
yang ‘sudah menjadi kebiasaan’ dan energi yang dihasilkan emosi yang tertekan
itu tidak dapat dikeluarkan dengan tepat. Niat awal ingin membantu orang lain,
menjadi hal yang tidak lucu bila kemudian hari justru kita yang membutuhkan
pertolongan. Memang kita hidup sebagai makhluk sosial agar saling herhubungan
tapi tidak dengan membebani diri sendiri.
Lalu Apa Yang Harus Dilakukan?
Mari kita coba, sebelum
menuruti apa yang orang lain minta, dengarkan suara hati yang memberitahu apa
yang kita inginkan. Sanggupkah kita? Berat ya pasti untuk berkata tidak,
apalagi dengan orang terdekat, betul tidak?
Pentingnya untuk berkomunikasi agar bisa menyampaikan untuk membuat pengertian kedua
belah pihak, termasuk memastikan kita mendapatkan ‘jeda’ untuk merehatkan
sejenak pikiran dan fisik kita. Jika ini adalah orang yang kita anggap teman,
ingatlah hal ini: jangan khawatir bahwa dengan menyampaikan hal yang mengganjal
kita, maka akan merenggangkan hubungan kita dan kawan kita. Sebab kawan yang baik
akan selalu menyediakan telinga untuk mendengar dan hati yang menerima
bagaimana pun keadaan kita.
Penutup
Menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri maupun menjadi pahlawan bagi
orang lain sebuah sikap yang baik. Tidak perlu menjadi sosok yang tidak enak
saat seharusnya untuk berkata tidak. Jeda waktu dibutuhkan saat terasa
membebani untuk sekedar mengosongkan gelas yang sudah penuh. Setelah terisi
kembali dengan semangat baru, tentu kita melihat segala hal menjadi lebih baik.
Ini bukan ungkapan yang seolah diriku juga bijak, tapi sebagai tamparan untuk
diri sendiri yang terkadang suka membebani diri akan segala hal. Jangan
berhenti untuk menjadi pahlawan untuk diri sendiri ya sobat Jelajah Mia
Post a Comment
Post a Comment