Bagaimana
sih rasanya saat orang tua kehilangan anak? Sedih, ga usah ditanya! Hancur, ah,
berasa besok ga tau hidup gimana! Sebelumnya Jelajah Mia bahas Privilage Menjadi Guru Nah, itu lah yang dirasakan Jelajah Mia saat
kehilangan calon buah hati. Yuk, simak curhatan ya kali ini 😘😘😘
Kehilangan
Anak Kehilangan Masa Depan
Pasangan
suami istri mana yang tidak terguncang ketika mengetahui calon buah hati yang
dikandungnya hilang alias keguguran? Akan terasa sulit menerima kenyataan,
mengingat perjuangan memiliki buah hati terasa berat. Apalagi ketika yang
dinanti adalah para pejuang garis dua biru.
Lalu,
tiba-tiba nasib berkata lain. Menghadapi hari-hari menanti kembali diberi
kepercayaan memiliki buah hati. Apalagi, jika anak tersebut adalah harapan
untuk mengubah masa depan keluarga menjadi lebih baik. Banyak yang mengatakan
bahwa kehilangan anak seperti kehilangan masa depan, benarkah seperti itu?
Dua
tahun yang lalu Jelajah Mia pernah menulis tentang self love dan bagaimana
bangkit dari trauma kehilangan calon buah hati. Nah, kali ini Jelajah Mia
sedikit curhat, kala itu kondisi psikologis Jelajah Mia waktu kehilangan tuh
gimana?
Kondisi
Psikologis Orang Tua Saat Kehilangan Anak
Seperti
apa kondisi psikologis orang tua yang kehilangan anak? Butuh berapa lama untuk
bisa berdamai dengan kenyataan?
1.
Penuh akan Perasaan Bersalah
Orang
tua yang berkabung dibanjiri dengan
emosi negatif seperti rasa bersalah dan penyesalan. Bahkan sampai menyalahkan
diri sendiri dengan berpikir bahwa sesuatu yang dilakukan atau abaikan
berkontribusi pada kematian anak.
Kalau
Jelajah Mia merasa bersalah karena menganggap dirinya kurang berhati-hati atau
terlalu banyak aktivitas selama hamil. Sampai menyalahkan diri karena ikut
suntik dosis 2, karena saat itu tidak tahu kalau sedang hamil.
Mengutip
The Compassionate Friends, orang tua yang berduka perlu menemukan seseorang
untuk berbagi kesedihan. Selain itu, orang tua juga perlu belajar memaafkan
diri sendiri agar tidak dihantui rasa bersalah.
2.
Marah dan Menyalahkan Keadaan
Setiap
orang pasti memiliki kemarahan, yang muncul secara kita duga dan sadar.
Kemarahan adalah reaksi yang sangat wajar. Pasti ada di posisi marah pada Tuhan
karena telah mencabut nyawa anaknya. Kita mempertanyakan mengapa harus kita
yang menerima musibah ini, bukan orang lain.
Kemarahan
sulit untuk diungkapkan dan akhirnya terpaksa dipendam sendiri. Ini mungkin
membuatnya mudah tersinggung atau bahkan melampiaskan ke orang lain yang tidak
bersalah. Jalan keluar terbaik adalah mengalihkan pada kegiatan positif dan
produktif yang bisa melupakan kemaragan kita. Atau bila dirasa sudah menjurus
ke arah negatif, bisa dibicarakan dengan profesional
3.
Merasa Hampa
Kematian
menyisakan perasaan kosong dan hampa, seolah sebagian dari mereka juga mati.
Bahkan, merasa seolah masih ada janin di perut kita. Memang butuh waktu untuk
memproses apa yang terjadi.
Normal
ga kondisi seperti itu? Normal, akan tiba waktunya terbebas dari perasaan hampa
dan kosong. Dalam perjalanan mengarungi duka, kehadiran keluarga dan
teman-teman yang menyamankan perasaan kita yang hampa.
4.
Larut akan Kesedihan
Kehilangan
akan barang saja menimbulkan kesedihan, apalagi kehilangan anak. Hari-hari awal
ditinggalkan pasti dipenuhi dengan air mata. Semuanya terasa seperti tidak
nyata.
Untuk
mencegah kesedihan menjadi berlarut-larut perlu ada pendampingan. Pendamping
terbaik tentunya adalah pasangan, dimana bisa saling menguatkan. Kala itu
karena masih masa pandemi dan edisi di suruh dirumah aja karena masa Delta
juga, jadi ya dikuatkan sama suami.
Jangan
salah, lelaki itu nampak tegar dan kuat, tapi di posisi kehilangan sebenernya
mereka itu jauh lebih rapuh dari kita. Mengapa? Tidak semua bisa mengungkapkan
perasaan.
5.
Dipenuhi Ketakutan Berlebihan
Rasa
takut bisa membuat kita menjadi terlalu protektif terhadap segala hal. Jadi
lebih hati-hati ketika melakukan segala hal.
Tidak
ada yang tahu pasti kapan periode berduka selesai dan bisa kembali melanjutkan
hidup seperti sediakala. Tetap selalu bisa memaafkan dan berdamai dengan keadaan.
Penutup
Nah,
itulah sedikit gambaran mengenai kondisi psikologis orang tua saat kehilangan
anaknya. Inipun dirasakan oleh Jelajah Mia dua tahun yang lalu.
Salah
satu obatnya, ya akhirnya disegerakan punya buah hati yang menggemaskan yang
sekarang sudah 17 bulan. Apakah Sobat Jelajah Mia pernah atau sedang merasakan
kondisi kehilangan? Semoga selalu dikuatkan dan bisa melepas kepergian dengan lapang dada, ya 🥰🥰🥰
Peluk dari jauh Kak, Alhamdulillah sudah bisa melalui masa yang sulit ya Kak
ReplyDeleteAlhamdulillah kak Mia bisa melewatinya dan kuat karena tidak banyak yang dapat melaluinya dengan kuat
Semoga kehilangan ananda menjadi pahala kesabaran bagi kedua orang tuanya...Alhamdulillah kini ada adik yang menggemaskan yang akan selalu menemani Ayah Bundanya..Sehat2 selalu ya
ReplyDeleteMasyaallah, semoga bagi orang tua yang kehilangan ananda diberikan kelapangan hati ya mba..
ReplyDelete